Kisah Anak Tunanetra Penghafal
Quran
“Saya yang
datang ke tempat syaikh,” katanya.
“Berapa kali
dalam sepekan?” tanya penyiar TV.
“Tiga hari
dalam sepekan,” jawabnya.
Jawaban anak
ini kian membuat terkejut ketika anak ini memberitahu penyiar bahwa Syaikh yang
mengajarinya Al-Quran hanya mengajarinya satu ayat per hari.
“Pada
awalnya hanya satu hari dalam sepekan. Lalu saya mendesak beliau dengan sangat
agar ditambah harinya, sehingga menjadi dua hari dalam sepekan. Syaikh saya
sangat ketat dalam mengajar. Beliau hanya mengajarkan satu ayat saja setiap
hari,” ujarnya.
“Satu ayat
saja?” respon penyiar terkejut, takjub dengan semangat baja anak ini.
Dalam tiga
hari itu ia khususkan untuk belajar ayat-ayat suci Al-Quran, hingga ia tidak
bermain dengan kawan-kawan sebayanya.
Sang penyira
tersenyum dan menempuk paha anak itu tanda kagum, yang disambut senyum ceria
oleh anak ini.
Yang lebih
mengagumkan adalah pernyataannya tentang kebutaannya. Ia tidak berdoa kepada
Allah agar Allah mengembalikan penghilahatannya, rahmat Allah yang ia harapkan.
“Dalam
shalatku, aku tidak meminta kepada Allah agar Allah mengembalikan penglihatanku,”
katanya.
Mendengar
jawaban anak ini sang penyiar semakin terkejut.
“Engkau
tidak ingin Allah mengembalikan penglihatanmu? Kenapa?” tanyanya heran.
Dengan wajah
meyakinkan, anak itu memaparkan alasannya. Bukan ia tak yakin pada Allah,
bukan. Namun ia menginginkan yang lebih indah dari penglihatan.
“Semoga
menjadi keselamatan bagiku pada hari pembalasan (kiamat), sehingga Allah
meringankan perhitungan (hisab) pada hari tersebut. Allah akan menanyakan
nikmat penglihatan, apa yang telah engkau lakukan dengan penglihatanmu? Saya
tidak malu dengan cacat yang saya alami. Saya hanya berdoa semoga Allah
meringankan perhitungan-Nya untuk saya pada hari kiamat kelak,” paparnya dengan
tegas.
Mendengar
kalimat mulia anak ini, semua diam. Penyiar TV nampak berkaca-kaca dan air
matanya menetes. Para pemirsa di stasiun TV serta kru TV tersebut juga tak
tahan menitikkan air mata.
“Pada saat
ini, saya teringat banyak kaum muslimin yang mampu melihat namun
bermalas-malasan dalam menghafal kitab Allah, Al-Quran. Ya Allah, bagaimana
alasan mereka besok (di hadapan-Mu)?” kata penyiar.
“Segala puji
bagi Allah dalam segala keadaan,” kata penghafal Quran muda ini.
Subhanallah,
indahnya dunia tak membuatnya lupa akan Rabbnya dan hari pembalasan.
Ia juga
mengatakan bahwa ia terinspirasi dari kaidah Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah
(rahimahullah). “Kaidah imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang berbunyi ‘Allah tidak
menutup atas hamba-Nya satu pintu dengan hikmah, kecuali Allah akan membukakan
baginya dua pintu dengan rahmat-Nya,’” katanya.
Kehilangan
penghlihatan sejak kecil, tidak membuat ia mengeluh kepada Sang Pencipta. Ia
tak iri pada orang lain apalagi kufur nikmat. Ikhlash menerima takdirNya.
“Segala puji
Allah, saya tidak iri kepada kawan-kawan meski sejak kecil saya sudah tidak
bisa melihat. Ini semua adalah qadha’ dan qadar Allah,”
katanya.
“Kita berdoa
kepada Allah semoga menjadikan kita sebagai penghuni surga Al-Firdaus yang
tertinggi,” kata anak istimewa ini.
Matanya yang
buta, tak membuat hatinya buta dalam mensyukuri nikmat yang telah Allah
berikan. Subhanallah.
Dalam sebuah
hadits Qudsi Nabi (shallallahu ‘alaihi wa salam) bersabda:
Allah
berfirman: “Jika Aku menguji hamba-Ku dengan menghilangkan penglihatan kedua
matanya lalu ia bersabar, niscaya Aku akan menggantikan penglihatan kedua
matanya dengan surga.” (HR. Bukhari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar